Sekilas, pekerjaan mereka terlihat sederhana. Tapi kalau kita hitung-hitung, penghasilannya bisa bikin kaget.
Bayangkan:
kalau satu hari ia bisa dapat Rp150.000–300.000 dan bekerja 26 hari sebulan,
artinya pendapatannya bisa tembus Rp3,9–7,8 juta per bulan.
Angka itu bahkan bisa lebih tinggi dari sebagian pekerja kantoran dengan gaji
tetap.
Tapi pertanyaannya, kenapa kita jarang sekali mendengar tukang parkir punya
tabungan emas, asuransi, atau investasi kecil-kecilan?
Bukan Soal Penghasilan, Tapi Arah Uangnya ke Mana
Masalah utama
bukan di berapa banyak uang masuk, tapi ke mana uang itu mengalir.
Banyak pekerja harian seperti tukang parkir, pedagang keliling, bahkan ojek
pangkalan yang penghasilannya cukup tinggi, tapi uangnya cepat sekali hilang.
Kenapa? Karena semua uang datang
dalam bentuk tunai.
Dan uang tunai itu, tanpa sadar, lebih cepat “mengalir keluar”, seperti buat
makan, rokok, bensin, kopi, atau kebutuhan harian kecil yang terasa sepele.
Ada pepatah finansial yang
bilang,
“Uang kecil kalau sering keluar
tanpa dicatat, efeknya bisa lebih besar dari pengeluaran besar yang
direncanakan.”
Contohnya, Pak Joko, tukang
parkir di depan minimarket dekat rumah.
Dalam sehari, ia bisa pegang uang Rp250 ribu. Tapi dari uang itu, Rp50 ribu
habis buat makan, Rp30 ribu buat rokok, Rp20 ribu buat bensin, dan sisanya
dibelanjakan anak atau kebutuhan rumah tangga.
Akhirnya, tiap malam dompetnya kembali kosong, mulai lagi dari nol besok pagi.
Kalau pola ini berjalan terus, tidak akan pernah ada ruang untuk tabungan,
apalagi investasi.
Pola Keuangan Harian: Hidup dari Hari ke Hari
Banyak pekerja informal hidup
dalam mode “survival”.
Fokus utamanya: bagaimana bisa bertahan hari ini.
Kalimat seperti “besok urusan nanti” sering jadi prinsip umum.
Masalahnya, tanpa perencanaan,
uang yang besar pun akan terasa kecil.
Uang Rp200 ribu di tangan, sore hari bisa raib dalam beberapa jam, bukan karena boros, tapi karena tidak ada
sistem yang menahan pengeluaran.
Inilah yang disebut dengan leakage
cash flow, aliran uang yang bocor di
hal-hal kecil.
Itu sebabnya, meski pendapatan besar, banyak orang yang tetap merasa miskin di
akhir hari.
Akar Masalah: Mindset dan Literasi Finansial
Kalau kamu
tanya tukang parkir, kenapa tidak menabung atau investasi emas, kemungkinan
besar jawabannya sederhana:
“Ah, saya nggak punya uang lebih
buat itu.”
Padahal, kalau
dihitung-hitung, mereka sebenarnya punya uang, hanya saja belum terbiasa
memisahkan uang untuk masa depan. Masalah ini bukan cuma terjadi pada
tukang parkir.
Banyak pekerja kantoran pun begitu, gaji tetap, tapi tabungan tetap nihil.
Bedanya,
pekerja kantoran terbantu sistem: ada potongan otomatis, BPJS, dan rekening
gaji yang “memaksa” mereka menabung. Sedangkan pekerja harian hidup bebas tanpa
sistem, tanpa paksaan, Uang masuk langsung dipegang, lalu mengalir keluar tanpa
jejak.
Kenapa Investasi Terasa Mustahil Bagi Tukang Parkir?
Bagi sebagian
orang, kata investasi terdengar “mewah”. Mereka berpikir investasi itu
hanya untuk yang bergaji besar, punya rekening tebal, atau paham dunia saham. Padahal,
sekarang ada investasi mikro yang bisa dimulai dari Rp10.000 saja
lewat e-wallet.
Contohnya, di
platform seperti Pluang, Bibit, atau Bareksa,
siapa pun bisa beli reksa dana dengan nominal sangat kecil. Atau kalau ingin
lebih sederhana, bisa mulai tabungan emas digital di Pegadaian,
Tokopedia Emas, atau DANA Emas.
Tapi tetap
saja, banyak yang belum tertarik. Alasannya bukan karena tidak bisa, tapi
karena belum terbiasa berpikir jangka panjang.
Mindset-nya masih:
“Ngapain investasi, toh uangnya
habis juga buat makan.”
Padahal, kalau setiap hari
menyisihkan Rp10.000 saja, dalam sebulan bisa terkumpul Rp300.000.
Itu sudah cukup untuk beli sebagian kecil emas digital, langkah kecil menuju
masa depan yang lebih aman.
Contoh Nyata: Tukang Parkir yang Mulai Menabung
Di Surabaya, ada cerita menarik
tentang Pak Rahman, tukang parkir di area kampus, setiap kali mendapat uang, ia
menyisihkan Rp5.000 per hari di e-wallet. Awalnya hanya iseng, tapi setelah
setahun, saldo di e-wallet-nya mencapai hampir Rp2 juta. Lalu ia
gunakan untuk membeli emas digital di Pegadaian Digital tanpa
ribet, tanpa harus ke toko emas.
Apa
hasilnya?
Ia bilang, sekarang setiap kali dapat uang, ia merasa “bersalah” kalau tidak
menabung. Bahkan, ia mengajak teman sesama tukang parkir untuk ikut. Langkah
kecil, tapi dampaknya besar: mereka belajar menunda kesenangan kecil untuk
hasil besar nanti.
Kunci Awal: Pisahkan Dulu, Baru Belanjakan
Kalimat ini
sederhana tapi penting. Banyak orang menabung dengan sisa uang, padahal
harusnya menyisihkan uang di awal.
Jadi, setiap
kali menerima uang langsung pisahkan minimal 5–10% untuk tabungan. Bisa ke rekening
e-wallet khusus seperti GoPay, DANA, atau OVO, yang tidak dipakai untuk
transaksi harian. Kalau tidak ingin ribet, bahkan bisa mulai dari celengan
digital.
Contoh kecil:
- Penghasilan Rp200.000/hari → sisihkan Rp10.000 (5%).
- Dalam sebulan, jadi Rp260.000.
- Dalam setahun, jadi Rp3,1 juta.
Angka ini cukup besar untuk
ukuran “uang sisa.” Dan kalau uang itu diinvestasikan ke emas, nilainya bisa
meningkat seiring waktu.
Solusi: Jalan Menuju Investasi Bagi Penghasilan Harian
Banyak orang
mengira investasi itu hanya untuk mereka yang bergaji besar, berpakaian rapi,
dan kerja di kantor ber-AC. Padahal, siapa pun bisa mulai berinvestasi bahkan
yang penghasilannya harian dan tidak menentu.
Kuncinya adalah strategi bertahap dan perubahan cara berpikir.
Berikut
langkah-langkah sederhana tapi nyata yang bisa dilakukan siapa pun, bahkan
tukang parkir, pedagang keliling, atau pekerja lepas.
a. Ubah Cara Pandang tentang “Uang Kecil”
Mindset adalah
fondasi utama dalam dunia finansial. Banyak orang gagal menabung atau
berinvestasi bukan karena tidak punya uang, tapi karena meremehkan uang
kecil.
Pernah dengar
ungkapan “uang receh tidak ada artinya”? Nah, justru di situlah letak
kesalahannya. Karena dalam dunia keuangan, uang kecil yang dikelola dengan
disiplin akan menjadi besar seiring waktu.
Misalnya,
Rp10.000 per hari mungkin terasa sepele. Tapi kalau dilakukan setiap hari
selama setahun, kamu sudah punya Rp3.650.000. Dan kalau uang itu disimpan dalam
tabungan emas digital di Pegadaian Digital atau Tokopedia
Emas, nilainya bisa naik seiring harga emas dunia.
Bukan
nominalnya yang penting, tapi kebiasaan dan konsistensinya. Sekali kamu
terbiasa menghargai uang kecil, kamu akan lebih mudah menghargai uang besar. Itulah
langkah pertama menuju kemandirian finansial.
b. Gunakan Prinsip “Pisahkan Dulu, Baru Belanjakan”
Ini adalah prinsip emas dalam
pengelolaan uang:
Jangan menabung dari sisa uang, tapi belanjakan dari sisa tabungan.
Setiap kali kamu dapat uang,
entah Rp100.000 atau Rp300.000, langsung pisahkan minimal 5–10% untuk tabungan.
Kalau kamu dapat Rp200.000, berarti Rp10.000–20.000 harus langsung disisihkan
sebelum digunakan.
Cara simpelnya:
- Gunakan e-wallet seperti DANA,
OVO, atau GoPay dan buat folder khusus bernama
“Tabungan Masa Depan”.
- Setiap kali uang masuk, transfer sedikit ke folder
itu dan jangan digunakan untuk jajan atau kebutuhan harian.
- Kalau tidak punya akses digital, bisa juga pakai celengan
manual di rumah yang tidak mudah dijangkau.
Tujuannya
bukan sekadar menabung, tapi melatih otak untuk selalu menyisihkan di awal.
Kebiasaan kecil ini akan menumbuhkan disiplin yang nantinya menjadi dasar
investasi.
“Menabung bukan soal jumlah, tapi soal
urutan: tabung dulu, baru belanja.”
c. Pahami dan Gunakan Platform Mikro-Investasi
Banyak pekerja harian takut
dengan kata “investasi” karena terbayang hal yang rumit dan berisiko. Padahal
sekarang, investasi sudah bisa dimulai hanya dengan Rp5.000–10.000.
Contohnya:
- Tabungan emas digital di Pegadaian
Digital, Pluang, Tokopedia Emas, atau DANA Emas bisa
dimulai dengan nominal kecil.
- Reksa dana mikro di Bibit
atau Bareksa mulai dari Rp10.000.
- Semua platform ini diawasi oleh Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), jadi aman untuk pemula.
Keuntungannya besar:
- Tidak perlu ke bank atau buka rekening rumit.
- Semua dilakukan lewat ponsel.
- Bisa pantau pertumbuhan uang kapan pun.
- Modalnya fleksibel, bisa disesuaikan dengan kondisi
harian.
Contoh nyata:
Pak Rahmat, ojek online di Semarang, mulai investasi Rp10.000 per hari di reksa
dana pasar uang lewat Bibit. Tiga bulan kemudian, ia kaget karena
saldonya sudah Rp900 ribu lebih.
Bukan soal jumlahnya, tapi rasa percaya diri yang tumbuh: “Ternyata saya
bisa juga punya investasi.” Dan dari situlah semangat finansialnya tumbuh.
d. Bangun Kebiasaan Keuangan Sederhana
Sebelum bisa
berinvestasi besar, seseorang harus bisa mengendalikan arus uang kecil.
Inilah kebiasaan dasar yang wajib dibangun:
- Catat pengeluaran harian.
Gunakan buku kecil atau aplikasi gratis seperti Money Lover, Catatan Keuangan Harian, atau Wallet.
Catat setiap uang keluar sekecil apa pun — kopi Rp10.000, parkir Rp2.000, rokok Rp15.000.
Dengan begitu, kamu akan sadar “lubang-lubang kecil” keuanganmu. - Batasi pengeluaran impulsif.
Kadang keuangan bocor bukan karena kebutuhan besar, tapi karena kebiasaan kecil yang tidak disadari.
Misalnya, beli kopi tiap pagi atau jajan sore.
Kalau dikurangi setengahnya, uang itu bisa dialihkan untuk investasi. - Tentukan tujuan keuangan jangka pendek.
Misalnya: “Saya ingin punya 1 gram emas dalam 6 bulan.”
Tujuan kecil seperti ini akan membuatmu termotivasi dan tidak kehilangan arah.
Kebiasaan
sederhana ini tidak memerlukan gelar ekonomi. Yang dibutuhkan cuma niat dan
sedikit disiplin setiap hari.
e. Edukasi dan Komunitas
Perubahan
finansial lebih mudah dilakukan kalau ada dukungan sosial. Karena
manusia cenderung lebih konsisten ketika berjalan bersama orang lain.
Kamu bisa mulai dengan:
- Bergabung di komunitas finansial gratis di
Facebook, Telegram, atau WhatsApp.
- Menonton konten edukasi di YouTube seperti ZAP
Finance, Finansialku, atau Jouska.
- Membaca blog finansial seperti langkahzitu.com,
Finansialku, atau Lifepal.
Kalau kamu
tukang parkir, pedagang, atau pekerja harian, ajak teman seprofesi menabung
bareng.
Misalnya, setiap hari kumpul Rp5.000 per orang, lalu setiap bulan dibelikan
emas digital di Pegadaian Digital. Selain saling memotivasi, kamu
juga membangun budaya baru — komunitas pekerja yang sadar finansial.
“Sendiri kamu bisa berjalan cepat, tapi
bersama kamu bisa berjalan jauh.”
Penutup: Dari Parkir ke Peta Keuangan
Setelah membahas semuanya, satu
hal yang perlu diingat adalah:
masalah keuangan bukan karena uangnya kurang, tapi karena arah uangnya
salah.
Tukang parkir
mengatur keluar-masuk kendaraan setiap hari agar tidak macet. Dan sebenarnya,
mereka juga bisa melakukan hal yang sama untuk uang mereka mengatur
keluar-masuknya agar tidak bocor.
Jadi, bukan
profesinya yang menentukan masa depan finansial seseorang, tapi mindset dan
disiplin sehari-hari.
Mulailah dengan langkah kecil:
- Sisihkan uang receh setiap hari.
- Simpan di e-wallet khusus atau tabungan
emas digital.
- Pelajari dasar investasi mikro.
- Lindungi diri dengan asuransi mikro
agar penghasilan tetap aman.
Semua orang bisa melakukannya,
bahkan dari uang kembalian parkir.
Jangan tunggu punya gaji besar untuk memulai, karena kebebasan finansial bukan
datang dari “berapa banyak,” tapi dari “seberapa disiplin kamu mengelola.”
💬 “Kalau tukang parkir bisa mengatur arus kendaraan, ia
juga bisa mengatur arus keuangannya.”
